Apakah Kebutuhan Eksistensi Itu Penting?
Kalau boleh jujur, dulu aku adalah tipe orang yang energinya datang dari validasi. Aku butuh dilihat, butuh didengar, dan butuh merasa menjadi pusat perhatian atau center of attention . Rasanya, nilai diriku baru terbukti kalau ada tepuk tangan dari orang lain, ada likes yang membanjiri postingan, atau namaku disebut-sebut dalam sebuah forum. Aku sibuk membangun panggungku sendiri dan memastikan lampu sorotnya selalu mengarah padaku. Dulu aku takut tidak didengar, dulu aku takut salah, dan dulu aku sangat takut tidak dilibatkan. Aku akan berusaha lebih keras, berbicara lebih lantang, dan melakukan apa saja agar eksistensiku diakui. Lelah? Tentu saja. Ada kekosongan yang aneh setiap kali tepuk tangan itu berhenti. Seolah-olah, aku harus terus berlari mencari pengakuan baru agar tidak merasa hampa. Namun, seiring berjalannya waktu, sesuatu dalam diriku berubah. Perlahan tapi pasti, aku tidak lagi merasakan urgensi itu. Dalam sebuah komunitas, organisasi, atau lingkungan pertemanan, rasa...