5th Country - Turki | Perjalanan Seru Turki & Georgia Berakhir di Istanbul
Trip kali ini adalah rangkaian terakhir dari perjalanan kami menjelajah dua negara yang luar biasa, yaitu Turki dan Georgia. Dimulai dari Cappadocia, Ankara, lalu pindah negara ke Georgia di kota Tbilisi dan Kazbegi, hingga akhirnya di hari-hari terakhir kami mengeksplor Istanbul.
Kalau biasanya di Tbilisi aku kemana-mana naik Bolt, di Istanbul aku berusaha berhemat. Ternyata walaupun Georgia terletak di Eropa, biaya hidup di sana jauh lebih murah dibanding Turki. Karena inflasi yang tinggi di Turki, nilai mata uang Lira turun drastis dan harga barang melonjak — membuat pengeluaran di Turki jadi cukup mahal.
Setibanya di Bandara Sabiha Gökçen, aku langsung mencari transportasi umum, yaitu bus Havaist dengan harga sekitar 300 Lira per orang dari bandara ke pusat kota. Jelas lebih murah dibanding naik taksi yang tentu sangat mahal. Aku turun di halte bus dekat Point Hotel Taksim. Karena koper kami cukup banyak setelah trip dua negara, kami melanjutkan naik BiTaksi (taksi online di Turki) ke hotel kami, Ramada by Wyndham Istanbul Old City (Fatih). Hotel kami cukup strategis karena banyak tempat makan dan area belanja di sekitar, serta persis di depannya ada tram — transportasi umum kereta ringan yang menghubungkan berbagai titik penting di Istanbul.
Kami tiba di pusat kota sekitar jam 10 pagi dan beruntung hotel mengizinkan early check-in tanpa biaya tambahan. Setelah istirahat sebentar, kami langsung makan siang di Warung Nusantara, sebuah restoran milik orang Indonesia yang menjual banyak makanan khas Indonesia seperti ayam geprek, soto, bakwan, dan lain-lain. Aku memilih makan di sana karena, jujur, aku tipe traveler yang agak picky soal makanan. Makanan lokal seperti kebab di Turki kurang cocok di lidahku, jadi makan di Warung Nusantara jadi pilihan yang aman.
Setelah makan, aku naik tram (dari stasiun terdekat hotel, yaitu halte Findikzade) menuju Bosphorus Cruise yaiu turun di stasiun Cabatas.
Aku memesan tiket lewat aplikasi GetYourGuide dengan harga sekitar 180 ribu rupiah, sudah termasuk snack dan minuman. Bosphorus Cruise menyajikan pemandangan indah Selat Bosphorus, yang membelah Istanbul menjadi dua bagian — Turki Eropa di barat dan Turki Asia di timur. Pemandangan dari kapal penuh cerita setiap bangunan dan sudut kota yang kaya sejarah. Setiap sisi punya cerita, dan pemandangan arsitektur Ottoman klasik, istana, dan masjid yang dilewati tuh... luar biasa indah. Sayangnya snack yang disajikan terlalu manis untukku atau emang dasar aku yang ga cocok yaa sama makanan Turki.
🕌 Hari Kedua: Jelajahi Ikon Istanbul
Di hari kedua, aku sarapan di hotel dan berjalan kaki sekitar 500 meter di sepanjang jalan sekitar hotel untuk membeli oleh-oleh seperti selimut lembut khas Turki, shawl, gantungan kunci, dan tempelan kulkas.
Setelah itu kami mengunjungi dua destinasi paling populer, yaitu Blue Mosque dan Hagia Sophia.
Blue Mosque, atau Masjid Sultan Ahmed, terkenal dengan enam menaranya yang menjulang dan interiornya yang dipenuhi ubin biru khas Turki. Sedangkan Hagia Sophia adalah bangunan ikonik yang telah menjadi gereja, masjid, museum, dan kini kembali menjadi masjid — simbol pertemuan sejarah antara Timur dan Barat.
![]() |
![]() |
Kami jalan-jalan dan foto-foto seru di sana, oiya disini aku juga beli kue khas turki namanya Simit! Lagi-lagi aku ternyata ga suka, menurutku keras dan hambar akhirnya aku sambil membeli beberapa pernak-pernik di area sekitarnya. Setelah puas menikmati suasana, kami kembali ke hotel untuk packing dan menuju bandara.
🛫 Salah Bandara, Panik, Lari, Nyaris Ketinggalan Pesawat!
Awalnya kami berniat naik Havaist ke Bandara Sabiha Gökçen seperti saat datang. Tapi karena terlalu asik menikmati hari, waktu jadi mepet. Kami pun naik BiTaksi dan bayar sekitar 2000 Lira (800 ribu rupiah).
Sesampainya di bandara sekitar jam 14.00 untuk penerbangan Emirates jam 16.35, kami masuk dan melewati security check. Tapi pas cari gate, kami bingung — kenapa gate di boarding passku yang check in online pakai huruf, sementara semua gate di Sabiha pakai angka?
Dan... ternyata kami SALAH BANDARA!!
Pesawat kami ternyata berangkat dari Bandara Istanbul (IST) di sisi Eropa, sedangkan kami sekarang di Sabiha Gökçen (SAW) yang ada di sisi Asia!
Panikkk! Aku sampai gemetar, rasanya jantung mau copot. Udah lewat security, sekarang harus keluar lagi — dan jarak ke bandara yang benar itu dua kali lebih jauh dari hotel kami ke Sabiha tadi.
Kami langsung nyetop taksi dan mulai ngebut. Kecepatan 140–160 km/jam, sambil terus dzikir dan nyoba komunikasi pakai Google Translate. Supirnya nggak bisa bahasa Inggris, tapi kami terus kasih instruksi dan bilang kalau kami super mepet.
Masalah belum selesai. Uang Lira kami tinggal 500, sedangkan dia minta 4500 Lira (sekitar 1,8 juta rupiah)! Dan dia nggak mau ditransfer karena takut uang nggak langsung masuk. Alhasil, kami harus berhenti di ATM di tengah jalan, yang artinya tambah waktu dan tambah panik.
Kami tarik uang secepat mungkin, lalu lanjut ke bandara dan... ternyata gate kami di ujung banget — Gate N, dari A sampai Z. Kami lari sambil dorong koper besar kecil, dalam kondisi pengen kencing, ngos-ngosan, pokoknya campur aduk banget rasanya.
Akhirnya kami sampai di gate, 10 menit sebelum penutupan bagasi. Kami penumpang terakhir yang check-in. Plong? Belum!
🛬 Masih Ada Antrian Panjang dan Jalan Jauh Lagi
Setelah check-in, kami masih harus antre panjang di pengecekan imigrasi. Nggak mungkin nyela, jadi kami tahan-tahan sambil terus lihat jam.
Setelah imigrasi, kami mampir ke toilet sebentar, dan ternyata dari sana ke gate juga jauh banget. Kami lari lagi — sampai pengumuman last call keluar!
Begitu sampai di garbarata, baru deh rasa plong yang sesungguhnya.
✈️ Di Pesawat, Akhirnya Lega
Begitu duduk di dalam pesawat Emirates Airbus A380 yang megah, aku dan suamiku langsung tertawa. Lega bukan main. Drama yang luar biasa sepanjang hari itu, tapi kami berhasil melewatinya.
Dan kejutan manisnya — ini kali pertama kami naik pesawat sebesar ini, dengan dua tingkat, ada first class, business class... dan kami di economy, hehe. Tapi tetap seru dan pelayanan sangat prima karena full service dengan makanan non stop yang enak. Hihi tapi insyaAllah suatu hari nanti (dalam 5 tahun ke depan aamiin) kalo travelling udah bisa naik business class atau bahkan first class, aamiin!
Tapi yang paling bikin aku bersyukur dan amazed: kami tetap bisa saling support, tetap tenang, saling bantu, dan nggak saling menyalahkan di tengah segala kekacauan ini. Di situlah aku sadar bahwa perjalanan bukan cuma tentang tempat, tapi tentang bagaimana kita berdua menempuhnya bersama.
❤️ Sebuah Perjalanan, Sebuah Cerita Cinta
Selesai sudah rangkaian perjalanan dua negara kami — Turki dan Georgia — yang berakhir dramatis namun penuh kenangan di kota Istanbul.
“Traveling together isn’t just about seeing new places, but about growing closer through every challenge, every laughter, and every shared moment.”
InsyaAllah, kami akan terus traveling sampai tua, sampai punya anak cucu, dan menjadikan kebiasaan ini sebagai cara kami memupuk cinta, memperkuat komunikasi, serta menjaga kehangatan dan kebersamaan dalam rumah tangga.
Sampai jumpa di cerita perjalanan berikutnya 🌍✨
Komentar
Posting Komentar