From Quiet to Commanding: My Struggle as an Introvert in a Corporate
Becoming a corporate secretary manager—it's something yang saya nggak pernah bayangkan sebelumnya. Sebagai seorang introvert, posisi ini terasa seperti tantangan besar yang harus saya hadapi dengan segala keterbatasan yang saya rasakan. Rasanya, dunia ini penuh dengan orang-orang yang selalu siap berbicara, berdiskusi, dan memimpin percakapan. Sementara saya, di sisi lain, sering kali lebih nyaman dalam keheningan, mendengarkan, dan merenung. Mungkin karena lingkungan dan pengalaman sebelumnya membentuk saya merasa selalu kurang dan minder. Saya merasa selalu dikelilingi orang yang hebat dan merasa masih kurang dari mereka.
Mungkin banyak yang tidak tahu, di balik peran saya yang tampaknya penuh dengan interaksi, presentasi, dan komunikasi dengan banyak pihak, saya sedang berjuang untuk menjadi seseorang yang saya tidak pernah bayangkan sebelumnya: seorang ekstrovert. Sebagai seorang introvert, berbicara di depan publik adalah salah satu tantangan terbesar. Rasanya tubuh ini seolah membeku, mulut terasa kering, dan hati berdebar-debar. Setiap kali harus memimpin rapat atau presentasi, pikiran saya seperti berputar-putar mencari kata-kata yang tepat, sementara dunia di sekitar saya terasa begitu riuh dan mengintimidasi.
Bukan rahasia lagi bahwa sebagai corporate secretary, komunikasi adalah kunci. Saya harus mampu berbicara dengan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal, mengelola pertemuan-pertemuan penting, dan tentunya, menjadi jembatan antara manajemen dan karyawan. Tapi bagi seorang introvert, itu adalah hal yang benar-benar memerlukan usaha lebih. Saya harus belajar untuk keluar dari zona nyaman saya, untuk berbicara lebih banyak, untuk mendengarkan lebih banyak, dan untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi yang kadang terasa begitu berat.
Tantangan terbesar datang ketika saya harus menghadapi situasi di mana interaksi adalah segalanya—rapat yang penuh diskusi, konferensi yang membutuhkan presentasi, atau bahkan sekadar menyampaikan informasi kepada kolega. Rasanya, ada banyak suara dalam diri saya yang berteriak, “Tidak! Aku lebih suka duduk dan mendengarkan saja.” Namun, saya tahu bahwa saya tidak bisa menghindari hal ini, karena ini adalah bagian dari pekerjaan yang harus saya lakukan, bagian dari tanggung jawab saya.
Saya sering bertanya pada diri sendiri, "Apakah ini benar-benar saya?" Sebagai introvert, saya cenderung menyukai kesendirian, waktu yang tenang untuk berpikir, dan sering merasa kehabisan energi setelah berinteraksi dengan banyak orang. Namun, di sisi lain, saya tahu bahwa menjadi seorang manajer di corporate secretary berarti saya harus belajar beradaptasi dan keluar dari kenyamanan itu.
Dan meskipun terkadang saya masih merasa kewalahan, saya sadar bahwa menjadi introvert bukanlah halangan untuk menjadi pemimpin yang efektif. Kepekaan saya terhadap orang lain, kemampuan mendengarkan, dan introspeksi diri justru menjadi kekuatan yang saya bawa ke dalam peran ini. Saya belajar bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari seberapa banyak kita berbicara atau seberapa banyak orang mengenali kita, tetapi juga dari kemampuan kita untuk mendengar, memahami, dan memberikan solusi yang tepat.
Pada akhirnya, perjalanan saya sebagai introvert yang berjuang untuk berbicara lebih banyak ini adalah proses yang panjang dan penuh perjuangan. Namun, saya sadar bahwa menjadi diri sendiri, meski dalam situasi yang tidak nyaman, adalah langkah pertama untuk bisa berkembang lebih jauh. Saya mungkin tidak akan pernah menjadi ekstrovert sejati, tetapi saya belajar untuk menemukan keseimbangan, untuk memanfaatkan kekuatan saya sebagai introvert dalam dunia yang sering kali sangat mengutamakan ekstroversi.
Saya masih terus berproses, dan saya tahu ini tidak akan mudah. Tetapi saya juga tahu bahwa setiap langkah kecil yang saya ambil menuju perubahan adalah kemenangan. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, berbicara di depan publik atau berinteraksi dengan banyak orang bukan lagi menjadi hal yang menakutkan bagi saya, melainkan bagian dari perjalanan saya yang penuh makna.
A Journey of Quiet Strength and Future Confidence
Through this post, I’m sharing a part of my journey—a journey that isn’t always easy, but one that I believe will shape me into someone greater. I know, deep down, that the struggles I face today will lead to a future where I’m no longer afraid to speak, to lead, or to inspire others. I believe that one day, I will stand confidently in front of a crowd, not with trembling hands or a nervous heart, but with a voice that carries wisdom, strength, and authenticity.
I know that growth takes time, and this transformation won’t happen overnight. But with every challenge, with every moment of discomfort, I am one step closer to the person I aspire to become. I believe in the power of perseverance, and I trust that the quiet determination I carry as an introvert will eventually translate into a louder, more confident presence that can be felt by many.
One day, I will look back at this chapter of my life and smile, knowing that every struggle was worth it. I will have developed the public speaking skills I so desperately desire, and more importantly, I will use them to make a difference in the lives of others. Not just to speak for the sake of speaking, but to share something meaningful, to connect with people on a deeper level, and to inspire change in a world that desperately needs it.
So for now, I take each day as it comes, embracing the discomfort and the growth that it brings. And as I continue this journey, I know that the quiet strength within me will eventually lead me to the person I am meant to be—someone who speaks not just with words, but with impact, courage, and purpose. The best is yet to come.
Komentar
Posting Komentar